06 August 2001

Dipertanyakan, Larangan Demo di Depan Istana

Senin Wage, 6 Agustus 2001
Denpasar (Bali Post) - Kepolisian jangan hanya membatasi kebebasan kelompok rakyat mengeluarkan pendapat, misalnya dengan berdemo di suatu tempat. Mereka sebaiknya menuntaskan tugas mendesak, seperti menangkap buronan kelas kakap Edy Tanzil, Tommy Soeharto atau mengungkap pelaku pengeboman yang terus marak di sejumlah wilayah Indonesia.

Hal itu disampaikan juru bicara Aliansi Mahasiswa Demokratik Gentry F. Amalo dan pengamat sosial politik Drs. Chusmeru, M.Si., Sabtu (4/8)lalu di Denpasar. Mengomentari pernyataan Polda Metro Jaya tentang pelarangan demonstrasi di istana presiden dan wapres, Gentry mengatakan, UU No. 9 tahun 1998 itu merupakan produk orang-orang orba. Karena itu, UU itu merugikan rakyat atau elemen-elemennya yang hendak menyampaikan pendapat secara terbuka di muka umum.

Seperti diberitakan Bali Post Sabtu (4/8), pihak Polda Metro Jaya melalui Kaditserse Kombes Pol. Adang Rochjana mengatakan, Polda Metro Jaya melarang masyarakat berdemo di depan istana presiden dan wapres, dengan memberlakukan UU No. 9 tahun 1998.

Dia mengatakan, jalan di depan istana persiden dan wapres juga bukan jalan umum, sehingga tak beralasan kalau dikatakan demo di tempat itu akan mengganggu ketertiban umum. ''Sah saja kalau sekelompok rakyat, LSM atau siapa saja yang hendak mengemukakan pendapat atau melakukan tuntutan yang masuk akal,'' ujarnya.

Gentry mengatakan, Aliansi Mahasiswa Demokratik khawatir wacana Polda Metro Jaya itu akan mengakibatkan semua daerah juga mengikuti, sehingga ada pelarangan demo di depan kantor gubernur, bupati, DPRD, markas jajaran Kodam dan Polda. ''Kalau itu terjadi, ke mana rakyat mesti menyampaikan pendapat atau aspirasinya, ketika wakil-wakil mereka di Dewan sudah tak bisa dipercaya karena tak mau menyampaikan aspirasinya?'' ujar Gentry.

Sementara itu, dosen PS D4 Pariwisata Unud yang seringkali terlibat aktif mendampingi mahasiswa berdemontrasi Drs. Chusmeru, M.Si. mengatakan, sependapat dengan Gentry. Dia mengatakan, untuk menjaga kestabilan kondisi negara bukanlah dengan melarang atau membatasi orang berdemonstrasi atau sekadar mengeluarkan pendapat di muka umum.

Apalagi, demo, aksi atau unjuk rasa merupakan salah satu bentuk kebebasan berpendapat, berbicara di muka umum yang dijamin pasal 28 UUD 1945. ''Justru para elite parpol dan penguasa yang berebut kekuasaan dengan berbagai cara itulah yang bisa menggoyahkan kestabilan negara. Perseteruan politik yang sampai mengganggu kestabilan negera itulah yang perlu dihentikan. Tampak pihak Polda Metro keblinger membuat wacana, bahwa stabilitas negara mesti dijaga dengan melarang orang berdemonstrasi,'' ujarnya.

Jika UU No. 9 itu diberlakukan pada pemerintahan Presiden Megawati, lanjutnya, berarti kita sudah mundur. Soalnya, saat Gus Dur presiden, rakyat diberikan kemerdekaan mengemukakan pendapat bahkan sampai masuk istana presiden, asalkan tak merusak (anarkis). ''Saya bukan pro-Gus Dur dan menetang Presiden Megawati, tetapi atas nama demokrasi, pelarangan demo di tempat-tempat tertentu itu bertentangan dengan pasal 28 UUD 1945,'' katanya. Chusmeru mempertanyakan, siapa pembisik Polda Metro sampai mengeluarkan pernyataan melarang demo di istana presiden dan wapres.

Seharusnya, kata dia, kepolisian menuntaskan banyak pekerjaan seperti mengusut kasus Semanggi I dan II, peristiwa penyerbuan kantor DPP PDI 27 Juli 1996 yang mengakibatkan banyak korban tewas dan ratusan hilang, menangkap buronan Tommy Soeharto, atau mengungkap pelaku banyak kasus pengeboman dan menangkap kembali pengebom BEJ yang kabur.

''Rasanya saat baru diangkat menjadi Kapolri, Pak Bimantoro pernah berjanji akan menangkap buronan kakap Tommy Soeharto dalam sebulan. Seharusnya, kepolisian menuntaskan tugas-tugas pentingnya itu, bukan malah hanya mengurusi orang berdemonstrasi. Patut dipertanyakan, kepolisian itu sesungguhnya berpihak kepada siapa? Kepada negara dan rakyat ataukah kepada elite politik yang selalu berebut jabatan dan kekuasaan?'' ujarnya. (013)

http://www.balipost.co.id/balipostcetak/2001/8/6/b3.htm

No comments: